"Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.' [Di-hasankan oleh al-Albani dalam Shahiih wa Dha 'iif Sunan Ibni Majah (1/151)]
Setiap mukmin harus kuat dari segi spiritual, sosial, intelektual dan finansial. Empat tolak ukur inilah yang akan menentukan kualitas seorang mukmin pada sisi Alloh Azza wa Jalla , Dan orang yang memiliki empat kriteria kekuatan ini lebih baik dan lebih dicintai di sisi-Nya, meskipun pada tiap-tiap mukmin pasti ada kebaikan.
Empat kekuatan ini sudah selayaknya diusahakan dan dimiliki oleh setiap mukmin, sebagaimana yang ditanyakan oleh Nabi Musa- alaihissaam- kepada Rabb-nya. Tentang kualitas spiritual, Musa -Alaihissalam- bertanya tentang siapakah hamba Alloh Tabarraka Wa Ta'ala yang paling bertakwa, dan siapa pula yang paling mendapat petunjuk. Tentang kualitas sosial, Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya tentang siapakah hamba Allah Tabbaraka wa Ta'ala yang paling bijak dan paling gagah di antara ma-nusia. Tentang kualitas intelektual, Nabi Musa bertanya kepada Allah, siapakah di antara hamba-hamba-Nya yang paling alim. Dan tentang kualitas finansial, Nabi Musa bertanya kepada Allah Tabbaraka wa Ta'ala tentang siapakah di antara hamba-Nya yang paling kaya.
Mari kita lihat pertanyaan-pertanyaan tersebut selengkapnya, berikut jawaban-jawabannya, sebagaimana dikisahkan oleh Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam .
Rasulullah bersabda:
"Nabi Musa bertanya kepada Rabb-nya tentang enam perkara. Beliau menyangka bahwa keenam perkara tersebut telah menjadi miliknya secara murni. Adapun pertanyaan yang ketujuh, Nabi Musa -Alaihissalam- tidak menyukainya.
1. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling takwa? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang selalu ingat dan tidak lupa.'
2. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling mendapat petunjuk? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang mengikuti hidayah.'
3. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling bijak?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang menghukumi manusia sebagaimana ia menghukumi dirinya sendiri.'
4. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling alim?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, tapi tidak pernah kenyang dengan ilmu. la selalu menghimpun ilmu manusia ke dalam ilmunya.'
5. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling gagah (mulia) ?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang mampu membalas (kejahatan orang terhadapnya), tetapi ia menawarkan ampunan.'
6. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling kaya?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang menerima (rela) terhadap apa yang diberikan kepadanya.'
7. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling fakir?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Orang yang senantiasa merasa kurang.'"
Lalu Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Kaya itu bukan yang terlihat secara zhahir. Akan tetapi kaya itu bersumber dari kckayaan hati. Apabila Allah Tabbaraka wa Ta'ala berkehendak menjadikan hamba-Nya seorang yang baik, maka Alloh Azza wa Jalla akan menjadikan kekayaannya dalam jiwanya, dan ketakwaan dii hatinya. Dan apabila Allah tabb hendak menjadikan seorang hamba-Nya buruk, maka Allah Tabbaraka wa Ta'ala akan menjadikan kefakiran di antara dua matanya." [Silsilah ash-Shahiihah (no. 3350) ]
Shalat Witir, Tahajjud, dan Shuha mengajarkan kita untuk kuat secara spiritual. Hal ini karena ketiganya akan membawa kita kepada mengingat kepada Alloh Azza wa Jalla siang dan malam. Di malam hari kita mengingat-Nya dengan Tahajjud dan Witir, di kala kebanyakan orang tidur. Dan di siang hari pun kita diajak untuk mengingat-Nya dengan Dhuha, di kala kebanyakan orang tengah sibuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya.
Seringnya seseorang mengingat Allah Tabbaraka wa Ta'ala akan membuat kualitas ketakwaannya meningkat, sebagaimana jawaban dari Allah Tabbaraka wa Ta'ala ketika ditanya oleh Nabi Musa -Alaihissalam- tentang siapakah orang yang paling bertakwa. Ternyata ia adalah orang yang sering mengingat-Nya, dan tidak melupakan-Nya, di saat kebanyakan manusia melupakan-Nya.
Tahajjud, Witir dan Dhuha juga akan membuat seseorang menjadi kaya secara bathin. Hal ini sangat penting, karena kekayaan lahir seseorang akan hampa dan kering ketika jiwanya miskin dan kerdil. Kekayaan lahir akan menjadi penuh makna dan dapat dinikmati di dunia dan akhirat, ketika ia memiliki jiwa yang kaya. Orang-orang kaya (harta) yang tidak kaya (jiwa) banyak yang mengukir sejarah kepedihan, sedangkan orang-orang yang kaya (harta) sekaligus berjiwa kaya telah mengukir sejarah emas yang selalu dikenang orang.
Mari kita lihat pertanyaan-pertanyaan tersebut selengkapnya, berikut jawaban-jawabannya, sebagaimana dikisahkan oleh Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam .
Rasulullah bersabda:
"Nabi Musa bertanya kepada Rabb-nya tentang enam perkara. Beliau menyangka bahwa keenam perkara tersebut telah menjadi miliknya secara murni. Adapun pertanyaan yang ketujuh, Nabi Musa -Alaihissalam- tidak menyukainya.
1. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling takwa? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang selalu ingat dan tidak lupa.'
2. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling mendapat petunjuk? ' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang mengikuti hidayah.'
3. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling bijak?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang menghukumi manusia sebagaimana ia menghukumi dirinya sendiri.'
4. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling alim?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, tapi tidak pernah kenyang dengan ilmu. la selalu menghimpun ilmu manusia ke dalam ilmunya.'
5. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling gagah (mulia) ?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang mampu membalas (kejahatan orang terhadapnya), tetapi ia menawarkan ampunan.'
6. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling kaya?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Yang menerima (rela) terhadap apa yang diberikan kepadanya.'
7. Nabi Musa -Alaihissalam- bertanya, 'Wahai Rabb-ku, siapakah hamba-Mu yang paling fakir?' Allah Tabbaraka wa Ta'ala menjawab, 'Orang yang senantiasa merasa kurang.'"
Lalu Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Kaya itu bukan yang terlihat secara zhahir. Akan tetapi kaya itu bersumber dari kckayaan hati. Apabila Allah Tabbaraka wa Ta'ala berkehendak menjadikan hamba-Nya seorang yang baik, maka Alloh Azza wa Jalla akan menjadikan kekayaannya dalam jiwanya, dan ketakwaan dii hatinya. Dan apabila Allah tabb hendak menjadikan seorang hamba-Nya buruk, maka Allah Tabbaraka wa Ta'ala akan menjadikan kefakiran di antara dua matanya." [Silsilah ash-Shahiihah (no. 3350) ]
Shalat Witir, Tahajjud, dan Shuha mengajarkan kita untuk kuat secara spiritual. Hal ini karena ketiganya akan membawa kita kepada mengingat kepada Alloh Azza wa Jalla siang dan malam. Di malam hari kita mengingat-Nya dengan Tahajjud dan Witir, di kala kebanyakan orang tidur. Dan di siang hari pun kita diajak untuk mengingat-Nya dengan Dhuha, di kala kebanyakan orang tengah sibuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya.
Seringnya seseorang mengingat Allah Tabbaraka wa Ta'ala akan membuat kualitas ketakwaannya meningkat, sebagaimana jawaban dari Allah Tabbaraka wa Ta'ala ketika ditanya oleh Nabi Musa -Alaihissalam- tentang siapakah orang yang paling bertakwa. Ternyata ia adalah orang yang sering mengingat-Nya, dan tidak melupakan-Nya, di saat kebanyakan manusia melupakan-Nya.
Tahajjud, Witir dan Dhuha juga akan membuat seseorang menjadi kaya secara bathin. Hal ini sangat penting, karena kekayaan lahir seseorang akan hampa dan kering ketika jiwanya miskin dan kerdil. Kekayaan lahir akan menjadi penuh makna dan dapat dinikmati di dunia dan akhirat, ketika ia memiliki jiwa yang kaya. Orang-orang kaya (harta) yang tidak kaya (jiwa) banyak yang mengukir sejarah kepedihan, sedangkan orang-orang yang kaya (harta) sekaligus berjiwa kaya telah mengukir sejarah emas yang selalu dikenang orang.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar